English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Saturday, May 12, 2012

Hakikat Berbicara

Assalamu'alaikum...

Mayasa©. Dalam belajar bahasa ada empat aspek yang harus dikuasai siswa. Aspek tersebut adalah kemampuan mendengarkan/ menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Setiap kemampuan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Dalam meperoleh kemampuan berbahasa, biasanya melalui suatu pola urutan yang teratur, misalnya : pada masa kecil anak belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan menulis.

Untuk lebih mengoptimalkan kemampuan tersebut, perlu kita ketahui hakikat dari masing-masing aspek tersebut, harapannya dalam proses pembelajaran kita mampu memilih metode maupun media pembelajaran yang tepat.
Kali ini saya akan sedikit menguraikan hakikat berbicara.
Mari kita simak....
  1. Hakikat berbicara
  2. Menurut Tompkins (dalam Novi Resmini, 2006: 191) berbicara merupakan bentuk bahasa ekspresif yang utama. Anak-anak maupun orang dewasa lebih sering menggunakan bahasa lisan dibandingkan bahasa tulis. Anak-anak belajar berbicara sebelum belajar membaca dan menulis. Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara saling terkait antara satu dengan yang lain. Guru bertanggung jawab untuk menguatkan kemampuan siswa yang beragam tersebut. Namun untuk memperbaiki hal itu perlu waktu, karena sikap berubah secara perlahan dan dipengaruhi berbagai faktor, baik daridalam maupun luar sekolah. Pembelajaran di sekolah dasar perlu direncanakan dan dikembangkan oleh guru. Masa usia sekolah dasar merupakan masa yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa.

    Menurut Brown dan Yule (dalam Puji Santoso, 2007: 634) berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Berbicara sering dianggap sebagai alat komunikasi yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor psikis, psikologis dan neurologis dan linguistik secara luas.

    Banyak faktor yang terlibat di dalamnya, menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks. Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara. Tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh. Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak siaran radio sendiri. Tetapi sangatlah jarang, orang melakukan kegiatan berbicara tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak.

    Valette (dalam Puji Santoso, 2007: 6.34) menjelaskan bahwa berbicara merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial. Dapat dipahami orang berbicara untuk saling berkomunikasi dengan orang lain agar tercipta kerjasama dan hubungan yang baik.

    Menurut Madsen (dalam Puji Santoso, 2007: 6.35), berbicara menuntut penggunaan bahasa secara tepat pada tingkatan yang ideal. Untuk dapat bicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa dan kosa kata dari bahasa yang digunakan itu. Selain itu, penguasaan masalah yang akan disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.

    Aristoteles (dalam Helena Olii, 2010: 30), mengungkapkan menulis retorika (kepandaian berbicara) yang menyatakan bahwa terdapat tiga poin utama sebagai dasar dalam berbicara adalah topik yang dibicarakan, siapa yang diajak berbicara dan menyusun menurut urutan awal, tengah dan akhir.

    Jadi seseorang yang pandai berbicara adalah seseorang dapat menyampaikan topik secara jelas. Pembicara mengetahui siapa yang diajak berbicara agar dapat berbicara dengan baik dan benar serta berbicara harus urut dari urutan awal, tengah dan akhir. Pembicara harus menggunakan faktor psikis, psikologis dan neurologis dan linguistik dalam menyampaikan gagasannya.


  3. Pengertian dan Tujuan Berbicara
  4. Djago Tarigan (dalam Novi Resmini dkk, 2006: 193) mengungkapkan bahwa berbicara merupakan kemampuan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampai sangat erat. Pembelajaran kemampuan berbicara dapat membantu siswa dalam menyampaikan pesan, informasi, gagasan, pikiran dan ide yang dimiliki kepada orang lain. Siswa dapat berlatih berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi yang dialami.

    H. G Tarigan (dalam Novi Resmini dkk, 2006: 193), menyatakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi–bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta penyampaian pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara dapat menjalin komunikasi yang baik antara satu orang dengan orang lain agar tidak terjadi kesalah pahaman. Dengan berbicara mampu membuat siswa lebih percaya diri dan melatih keberanian untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain.

    Menurut Maidar dan Mukti (1987:17), tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sudah seharusnya pembicara memahami makna segala yang ingin dikomunikasikannya. Apabila terjalin komunikasi yang baik maka akan tercipta hubungan kerjasama yang baik pula. Berbicara dapat menjadi solusi utama untuk memecahkan persoalan yang terjadi. Karena dengan berbicara yang baik seseorang akan mengetahui maksud dari apa yang telah dibicarakan.

    Djago Tarigan (dalam Novi Resmini dkk, 2006: 193) mengemukakan tujuan berbicara, yaitu:
    1. Berbicara untuk menghibur
    2. Berbicara untuk menginformasikan
    3. Berbicara untuk menstimulasi
    4. Berbicara untuk meyakinkan
    5. Berbicara untuk menggerakkan.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah mengungkapkan pikiran, perasaan dan gagasan kepada orang lain agar terjalin komunikasi yang baik antara satu orang dengan orang lain. Tujuan berbicara antara lain adalah tujuan menghibur orang, menginformasikan suatu pesan, memberikan rangsangan kepada pendengar agar melakukan apa yang dikehendaki oleh pembicara. Berbicara dapat meyakinkan pendengar agar menyakini, memahami dan menututi kebenaran dari pembicara. Berbicara dengan tujuan menstimulasi dan meyakinkan dapat menggerakkan pendengar yang mendengarkan untuk melakukan apa yang dikehendaki pembicara.
Itulah sedikit uraian mengenai kemampuan berbicara, untuk aspek berbahasa yang lain akan saya uraikan pada postingan yang lain. Oya, kemampuan berbicara tersebut menjadi objek penelitian Yustina Ari.

Pada penelitiannya, Yustina mencoba meningkatkan kemampuan bicara siswa dengan menerapkan metode Problem Based Learning. Dan hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan bicara siswa meningkat setelah 3 siklus pembelajaran.
Semoga bermanfaat dan Wassalamu'alaikum....

Daftar Pustaka :

  • Djenar. 2009. Hakikat kemampuan berbicara. http: // larungdjenar. blogspot. com/ 2009/ 11/ hakikat- kemampuan- berbicara. html diakses tanggal 20 oktober 2011.
  • Isah Cahyani dan Hodijah. 2007. Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD. UPI Pers: Bandung.
  • Maidar dan Mukti. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
  • Olii, Helena.  2010. Public Speaking. Jakarta: Indeks.
  • Resmini, Novi. 2006. Bahan Belajar Mandiri: Pembinaan dan Pengembangan Pembalajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: UPI Pers.
  • Santoso, Puji. 2007. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD, Cetakan ke 8. Jakarta:  Universitas Terbuka.

    0 comments:

    Post a Comment

    Thank you for visiting this blog ...
    Please leave at least a comment to improve the quality of this blog.
    Thank you very much....