Mayasa©. Menulis adalah kegiatan yang sangat mudah kelihatannya, tapi ternyata susahnya luar biasa. Tidak percaya? silahkan anda coba sendiri.Tapi, menjadi penulis adalah pekerjaan yang paling menyenangkan. Buktinya penulis mampu menghipnotis para pembacanya hingga mereka merasa mengalami apa yang dialami tokoh dalam cerita tersebut. Bahkan salah seorang sahabat saya pernah berkata bahwa dia sakit hati karena ending cerita yang dibacanya..
Nah hebat bukan, penulis dapat mensugesti pembacanya hingga hal-hal yang mereka tuliskan diyakini oleh pembacanya. Yups kali ini saya akan memposting sebuah cerpen yang ditulis sahabat saya. Silahkan anda simak dan dikomentari..
Pernah dengar dendam tujuh turunan?
Nah, itulah yang sekarang sedang menimpa mahasiswi nan malang ini. Duniaku tiba-tiba saja berubah suram sejak bertemu Uni beberapa tahun silam. Pertama kali bertemu Uni adalah saat aku masih berumur tujuh tahun. Si Uni tahu-tahu aja nongol menghampiriku dengan membawa bendera perang bergambar keris dan pedang gede banget. Uninya aja sampai kalah gede tuh. Nah nggak ada hujan nggak ada topan, tiba-tiba Uni nantangin perang gitu. Aku yang tidak berdaya ini pun langsung terpancing emosi. Alhasil perseteruan kami pun terus berlanjut sampai sekarang dan dalam berbagai hal pula. Kali ini pun, ketika kami sudah setengah dewasa begini, si Uni nggak ada capek-capeknya menggumandangkan genderang perang.
“Oey Mi!” Teriak sesosok gadis tinggi kurus dengan bendera bergambar keris dan pedang di tangan kanannya berlari ke arahku.
Aku diam ditempat melihat siapa yang datang. Melihat bendera yang dibawanya baru ku sadar kalau si Uni bakal ngajakin perang lagi. Dan itu artinya bakal mengusik ketenangan jiwaku yang baru saja tertata kembali ini. Aku pun melesat meninggalkan Uni dengan kecepatan penuh. Menerobos barisan pramuka yang tengah mengadakan latihan rutin. Oh No! Maaf kakak-kakak dan adek-adek pramuka sekalian. Masih dengan kecepatan penuh tidak sengaja menginjak-injak melatinya pak Syarif dan nyaris menubruk Pak Ferdi dosen paling ganteng kami yang tengah kerepotan membawa buku yang bejibun banyaknya. Oh Tidak! Maaf Pak Syarif, Maaf Pak Ferdi. Setelah perjuangan panjang, akhirnya sampailah aku di depan kelasku tersayang. Ku langkahkan kaki mungilku ke dalam ruang kelas dengan perasaan lega. Belum sempat aku melangkah menuju tempat dudukku, perasaan itu lenyap seketika. Dan coba tebak sodara-sodara siapa yang sedang menungguku disana?
“ha-ha-ha-ha-ha.” Uni tertawa lebar selebar mulut kudanil. Masih dengan bendera perang yang sedari dulu selalu dibawanya.
Huu-huu-huuuu. Apes! Apes! apes! Dengan lunglai aku beranjak mendekati biang keonaran. Si Uni semakin puas. Senyum lebarnya menyambutku penuh dengan percaya diri. Aku pun pasrah. Mau tidak mau harus menghadapi tantangan si Unyil. Ups, Uni maksudku.
“Ok Mi. Dengarkan baik-baik tantangan selanjutnya!ho-ho-ho-ho.” Perintahnya bak ratu sejagat sambil mengibas-ibaskan rambutnya. Pengen rasanya menjambak-jambak rambut Uni trus menggundulinya hingga tak ada sehelai rambut pun tumbuh di kepalanya. Ha-ha-ha-ha. Ups.
“Whatever.”
“Tantangan berikutnya kita bertarung siapa yang lebih dulu dapet cowok anak SMA!” Jawabnya berapi-api sambil melototkan matanya ke arahku penuh makna. Jika diterjemahkan kira-kira: kaget-loe?-Nggak-PD-dapetin-anak-SMA?-Payah-loe!-kali-ini-bersiaplah-kalah-Mi!.
Ku balas dengan ekspresi : Gue-kagak-takut-gue-yang-bakal-menang!loe-lihat-aja-ntar
Pertempuran kami siang itu diakhiri dengan perang mata dibalas dengan mata. Alhasil, see! My eyes tiba-tiba aja kena iritasi gara-gara kelamaan nggak dikedipin. Oh Uni, kenapa dirimu selalu membawa banyak kenestapaan dalam hidupku ini. Kemudian bagaimana dengan tantangannya? What the hell going on? (sedikit meniru kata-kata di film-film). Arrrrrrrgh!!!!
***
Make up? Perfect. Rambut? Ok kok. Baju? Model anak muda sekarang gitu loh. Sepatu? Cucok.
Segala persiapan selesai. Rencananya pagi ini Awi dan aku bakal ikut nonton acara ultah SMA kita dulu. Awi ini tim suksesku melawan serangannya si Uni. Kali ini si Awi ngusulin buat datang ke ultah SMA kita dulu. Kata Awi ini kesempatan yang bagus buat cari cowok di situ. Sebenarnya sih aku nggak terlalu suka cari cowok dengan tujuan kayak gini. Tapi bagaimana lagi. Pertempuran tetap pertempuran Mi! Kata Awi siang itu mengomporiku agar tetap membulatkan tekat. Akhirnya aku pun sukses terprovokasi.
***
Pukul 09.00 tepat sampailah kami di sekolah. Hmm, ternyata sekolahku sudah banyak berubah lho. Terlihat adanya renovasi di sana-sini. Halamannya pun tampak lebih indah dan terawat dari pada dua tahun yang lalu. Ku langkahkan kaki menuju perpustakaan yang dulu kerap aku kunjungi. Wah perpustakaannya tambah gede. Kemudian aku menuju laboratorium, kemudian kantin, trus toilet dan yang terakhir tempat parkir. Dan ternyata semua bagian dari sekolah ini berubah kecuali toilet. Sepertinya pihak sekolah melupakan tempat yang menurutku paling berjasa itu. Karena keasikan melihat-lihat sana-sini akhirnya aku sadar Awi sudah tidak ada bersamaku. Gyaaaaa! Sejak kapan kapan Awi ilang? Aku mulai panik. Ku ambil hp di tasku buru-buru menelepon si Awi. Lagi-lagi apes, baru saja ku tekan tombol call tiba-tiba hp mati. Baterai habis. Huaaaaa! Tidak ada cara lain aku harus mencari Awi secara manual. Tengok sana tengok sini nggak nonggol-nonggol. Intip sana intip sini, hampir digampar gara-gara salah intip. Yaiyalah. Sudah hampir seluruh pelosok sekolah aku sisiri tapi nihil. Awi masih tetap raib bak ditelan bumi.
Akhirnya sampailah aku di sebuah ruang kelas yang terasa asing bagiku. Rasa-rasanya dulu belum ada kelas ini. Sejurus kemudian dari kelas itu terdengar suara laki-laki menyanyikan lagu pelangi dimatamu-nya band Jamrud. Suaranya merdu dan penuh dengan penjiwaan. Tapi yang membuatku bertanya-tanya kenapa ia menyanyikan lagu jaman dulu padahal sekarangkan banyak lagu-lagu baru berseliweran. Nggak update banget sih tu cowok. By the way, ideku kemudian bermunculan. Aku bermaksud meminjam hpnya cowok itu buat nelpon si Awi. Ku beranikan diriku masuk ke kelas itu menemui si cowok.
Kelas yang ku pikir kelas biasa itu ternyata ruang musik. Berbagai alat musik sudah tersedia lengkap di situ. Cowok itu masih asik menyanyikan lagu yang tadi. Menyadari kehadiranku ia membalikkan badannya dan menatap ke arahku sambil tersenyum. And jrrreng jrrreeeng! Wajah mirip Kim Soo Hyun (yang maen di drama korea dream high) yang muncul cinttt! Idolaku banget. Sesaat kemudian aku merasa ada sesuatu yang menancap di hatiku. Hati ini langsung berteriak-teriak : Ahhhhhh kuereeeeen! cuakeeeeeep! Guanteeeeeng! Imuuuuuuut! mau dooooonk! dan berbagai teriakan lain yang rasanya memalukan dan terlalu vulgar untuk diekspos. Berusaha aku menguasai hatiku yang mulai tidak sopan ini.
“Tersesat?” si cowok mirip Kim Soo Hyun buka suara.
“Ah nggak kok. Cuman lagi nyari temen.”
“Oh…”
“Ini kelas baru ya? Dulu sewaktu masih sekolah rasa-rasanya belum ada deh.” Tanyaku padanya. Penasaran juga sih sejak kapan coba ada kelas musik di sekolah ini.
“Oh alumni baru-baru ini ya. Mungkin dulu saat kamu disini kelas ini sudah tidak ada. Kau tahu, dulu kelas ini adalah kelas favorit. Di antara ekskul lain, ekskul musik ini yang jadi primadona.
“. . . . .”
Kata-kata cowok barusan terasa janggal di telinga. Meskipun nggak pandai-pandai amat berlogika, tapi ku pikir ada yang salah dengan ucapannya. Tapi dasar otakku yang lelet, tetap saja belum tahu dimana letak salahnya. Hehe. Lantas, sejak kapan ada ekskul musik segala?
“Agil.” Katanya mengajakku berjabat tangan. Membuyarkan kebinggungganku.
“Miu.” Balasku dengan pipi yang sedikit merona.
Di mulai dari perkenalan siang itu, kami pun saling berbagi cerita. Ternyata si Agil enak dan nyaman juga diajak cerita. Nyambung orangnya. Dan nggak ngebosenin. Dia mulai bercerita tentang kesukaannya bernyanyi, cita-citanya yang ingin menjadi penyanyi, teman-temannya dan masih banyak lagi. Ekspresinya saat bercerita tentang musik itu yang paling aku suka. Matanya saat bercerita seakan berbinar-binar. Haduuww, lagi-lagi pipiku merona. Aku pun dengan semangat mulai bercerita tentang tujuanku datang kesini, tentang tantangannya si Uni, sampai hilangnya si Awi. Wait! Awi? Oh My! Akhirnya sadarlah aku kalau Awi masih hilang. Dan apa yang aku lakukan disini? Berduaan ngrumpi sana sini bersama cowok yang baru ku kenal? Sementara Awi mungkin saja sedang kebinggunggan mencari sahabatnya tercinta ini. Oh Awi, maafkan sahabatmu ini!
“Sepertinya aku harus pamit dulu Gil. Mungkin si Awi lagi kebinggungan nyariin aku.” Pamitku pada Agil setengah nggak ikhlas. Sebenarnya dari dasar hati ku yang paling dalam ingin rasanya lebih lama lagi bersama Agil.
“Kenapa sih harus nyariin Awi segala? Loekan bukan emaknya. Biar aja tu anak hilang, ntar juga bapak sama emaknya nyariin. Asikkan disini lagi Mi. Ada Agil tuh. Kapan lagi bisa deket-deket cowok cakep gitu.” bisik si Devil mulai memprovokasi.
“Tega Mi kamu ninggalin Awi? Ntar kalau beneran ilang gimana? Kalau diculik gimana? Ingat Mi, Awi kesini buat bantuin kamu. Masak sekarang kamu tega nggak peduliin dia gitu.” si Angel tidak mau kalah.
“Ok deh. Maaf ya Mi, aku malah jadi nahan kamu lama disini. Memang lebih baik kamu segera cari Awi.” Ucap Agil menyudahi pergulatan batinku. Si Angel langsung loncat-loncat kegirangan, sementara si Devil mencak-mencak lantaran bujukkannya mental.
“Ah nggak apa-apa. Seneng malah bisa ngobrol-ngobrol banyak.” Ucapku padanya. Rasanya Agil tidak perlu minta maaf segala karena jujur aku benar-benar senang bisa ngobrol bareng Agil. Meski masih SMA tapi menurutku Agil jauh lebih dewasa dari usianya.
“Aku juga senang akhirnya ada yang mau ngobrol denganku seperti ini. Terimakasih.”
“Ah masa selain aku nggak ada yang mau ngobrol sama kamu Gil?” Tanyaku sedikit kege-eran. Aneh juga Agil bilang kayak gitu. Masak cowok secakep and seasik dia nggak ada yang diajak ngobrol. Pasti banyaklah cewek-cewek yang naksir si Agil ini. “Ok deh, bye Agil.” Pamitku terakhir kali padanya sambil melambai-lambaikan tangan.
“Bye.” Balasnya sambil melambaikan tangan juga. Disusul senyumnya yang menawan yang membuatku jadi semakin berat meninggalkannya. Senyum yang mungkin bakal aku rindukan. Oh Awi, kenapa pake acara ngilang segala sih!, rutukku melangkah semakin jauh meninggalkan Agil.
***
Sudah siang begini, waktunya makan siang, tapi si Awi belum juga ketemu. Aku mulai lemas mencari Awi. Mana perutku mulai nyanyi-nyanyi nggak karuan. Nggak solider benget sih ni perut. Setelah berkeliling-keliling di sebelah utara sekolah, akhirnya sampailah aku di depan panggung pertunjukkan. Acaranya semakin rame dan nampaknnya sudah memasuki puncak. Band-band yang sengaja diundang untuk meramaikan acara pun mulai bergemuruh menembangkan lagu-lagunya. Penonton di bawahnya nggak kalah histeris. Ada yang joget-joget nggak karuan, ada yang lagi jeprat-jepret sana sini, ada pula yang cuma berdiri senyam-senyum melihat kearah panggung dengan muka ok-onnya. Rasa-rasanya nggak asing banget muka ok-on itu bagiku. Dan dugaan anda benar. Orang dengan muka terok-on itu adalah Awi. Oh My God Awi! Ternyata disini dirimu selama ini. Akhirnya berakhir juga perjuanganku mencari Awi. Ada perasaan haru luar biasa, juga sebal luar binasa. Haru karena sulit banget nyari bocah yang satu itu. Dan sebel karena ternyata si Awi fine-fine aja tuh malah kayaknya nggak ada niat sedikitpun buat nyariin sahabatnya yang malang ini. Uh tau gitu biarin aja deh si Awi ilang, diculik atau dijual jadi TKI sekalian, runtukku.
“Hey Miiiiii!”Teriaknya kenceng padaku.
Dengan muka bête nggak ketulunggan aku mulai melangkah menghampiri Awi yang masih dalam keadaan on fire.
“Kenapa mukanya ditekuk gitu? Udah dapet cowok belum?”
“Laper. Belum dapet juga.”
“Yah payah loe Mi. Dari sekian ratus cowok disini masak nggak bisa dapetin satu pun sih.”
Aku pun terbenggong-benggong. Berusaha nahan diri buat nggak jambak-jambak si Awi. Sepertinya kebloonan Awi sudah mulai menampakkan diri pikirku. Memang dia pikir nyari cowok buat dijadiin pacar cuma dalam beberapa jam itu gampang? Ini juga gara-gara tujuanku berubah haluan menjadi pencarian si Awi bukan pencarian cowok lagi. Salah siapa coba! Huu-huu-huu.
Di tengah kemalanganku tiba-tiba terdengar MC acara mulai cuap-cuap tentang acara selanjutnya.
“Sebelum kita menikmati acara selanjutnya, seperti tahun-tahun yang lalu kita akan sedikit mengenang sosok murid yang sangat berjasa bagi sekolah ini. Selanjutnya acara memorial akan dipimpin langsung oleh bapak kepala sekolah. Pak Sunu kami persilahkan.”
Acara yang baru pernah ku dengar. Dari tadi ada aja yang aneh-aneh, heranku.
“Acara apa sih Wi? Kok aku baru tahu ya?” tanyaku pada Awi yang entah kenapa tiba-tiba ni anak jadi khusyuk banget ngikutin acara ini.
“Ini kan acara rutin setiap tahun Mi. Masak loe nggak tahu sih? Bagian ini yang selalu buat gue pengen nangis. Terharu gitu.”
“Swear deh Mi! Nggak tahu nih.”
“Oh gue inget. Loe nggak tahu karena loe nggak pernah datang pas bagian ini Mi. Loe inget nggak waktu kelas satu saat loe pamit ke toilet lama banget, trus kelas duanya loe nggak nonton gara-gara sakit cacar, trus kelas tiga lagi-lagi loe ke toilet lama banget. Bahkan lebih lama dari sewaktu kelas satu. Betah amat sih lo di toilet.”
Penjelasan Awi membuatku mengginggat-inggat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu. Hebat juga nih si Ami, tepat banget ingatannya. Sampai bagian toilet-toiletnya pun Awi hafal. Mungkin karena Awi sangat sayang padaku sejak dulu kali yaa. Owh, so sweet.
“Nah coba lihat cowok di foto itu.” Seru Awi sambil menuding ke arah LCD proyektor di panggung.
Mataku mencoba mencari-cari foto cowok yang dimaksud Awi. Di foto itu hanya ada satu sosok yang membuatku benar-benar terkaget-kaget. Sesosok cowok mengenakan sweater dengan piala di tangannya tidak lain adalah Agil. Agil yang baru saja aku temui di kelas musik barusan. Agil yang punya senyum mempesona. Agil yang mukanya mirip Kim Soo Hyun.
“Kasihan kak Agil. Coba aja dia nggak meninggal dalam musibah itu, gue pasti bakal jadi fans nomer satunya.”
Kata-kata Awi barusan membuatku semakin shock bak disambar petir di siang bolong. Ditimpukin orang pakai batu gede banget trus rame-rama diseret ke jalanan. Membuat badanku bertambah lemas. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja ku dengar. Berharap kalau waktu itu telingaku yang salah tangkap frekuensi atau salah ngirim sinyal.
“Apa? Meninggal?!”
“Huum, kak Agil meninggal lima tahun yang lalu. Kita masih belum masuk SMA ini Mi. Tepat pada tanggal ini, waktu itu terjadi kebakaran hebat di kelas musik. Karena kak Agil masih di sekolah saat itu, ia mati-matian memadamkan api trus berjuang gitu buat ngluarin alat-alat musik. Akibatnya dia malah terbakar. Trus waktu dilarikan ke rumah sakit ternyata nyawanya udah nggak tertolong lagi. Karena itu kak Agil berjasa banget buat sekolah ini. Mungkin kalau nggak ada kak Agil sekolah ini udah lenyap.” Terang Awi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Aku semakin pucat basi mendengar cerita Awi. Baru beberapa yang waktu aku bercakap-cakap dengannya. Berbagi cerita suka dan duka. Lalu sekarang tiba-tiba Awi bilang Agil sudah meninggal beberapa tahun silam. Gila nggak tuh? Lah, tadi diriku ini sedang bicara dengan siapa? Tiba-tiba bulu kuduku merinding.
“Wi, ini mimpikan?!” Tanyaku sambil menggenggam tangan Awi erat-erat. Berharap kalau Awi bakal bilang ini mimpi. Mimpi mengerikan.
“Mimpi apa? Nggaklah Mi. Napa sih? Loe jadi pucat banget gitu. Tangan loe juga kok dingin gini sih? Loe sakit Mi?”
Tubuhku semakin melemas. Rasanya sudah tak kuat lagi aku berdiri. Keringat dingin mulai mengucur keluar. Seluruh badanku dingin semua. Masih bisa kulihat Awi dengan ekspresinya yang nampak khawatirnya. Samar-samar ku dengar ia memanggil-manggil namaku dan menanyakan keadaanku. Selang beberapa waktu sudah tak kurasakan lagi badanku. Aku pingsan di tempat sodara-sodara.
***
Kepalaku masih terasa pening. Tapi sudah tidak sepening tadi. Badanku masih lemas. Aku mulai berusaha membuka mataku pelan-pelan. Samar-samar ku lihat Awi dengan wajah pucatnya duduk di sampingku. Awi terlihat khawatir sekali melihat keadaanku yang lemah tak berdaya seperti ini.
“Ini dimana Wi?” tanyaku dengan sisa-sisa tenaga.
“Ini UKS Mi. Tadi loe tiba-tiba aja pingsan gitu. Gue khawatir tau.”
“Sorry Wi, sekarang udah agak mending kok.”
“Sebenarnya loe napa sih Mi sampe pingsan kayak gitu?”
Aku ceritakan semuanya dari A-Z. Dari kejadian Awi hilang sampai pertemuanku dengan Agil. Bahkan sampai aku tahu kalau Agil itu sebenarnya udah meninggal. Setelah mendengar ceritaku si Awi kemudian ikut-ikutan berkeringat dingin. Kompak bulu kudu kami berdiri saat itu. Awi langsung buru-buru ngajak kabur meninggalkan sekolah kami. Berlari-larilah aku dan Awi keluar sekolah. Tapi sebelumnya kami harus mengambil motor kami dulu tentunya. Nah tempat parkir tepat ada di samping kelas musik tadi. Aku dan Awi mulai ketakutan dan berjuang setengah mati menghadapi rasa takut kami untuk mengambil sepeda. Namun mengejutkan, sekaligus mengerikan sekali saat ku lihat ruang musik tersebut raib tak berjejak. Di sana hanya ada tanah lapang yang bahkan tidak terawat. Padahal sumpah aku yakin banget posisi kelas itu ada di samping tempat parkir. Semakin ketakutanlah aku. Ku bayangkan senyum Agil yang tadinya menawan seketika berubah menjadi senyum horror. Akhirnya aku menyadari keganjilan dari kata-kata Agil saat itu.
***
Kembali ke kampus. Si Uni tengah khusyuk membaca surat yang ku berikan padanya. Berkali-kali malah ia membaca suratku itu. Suratku itu kira-kira berbunyi :
Untuk Uni tersayang,
Maafkan aku Uni, karena sepertinya aku tidak akan menanggapi tantanganmu lagi apapun itu. Aku tahu kau pasti tidak bisa terima sekarang. Trus mencak-mencak. Trus keluar deh tanduknya. Tapi jujur Uni kejadian beberapa hari yang lalu membuatku trauma untuk menanggapi tantangganmu lagi. Anggap tantanggan kemarin kamu yang menang.
Salam Sayang,
Miu
Ternyata surat itu sanggup membuat Uni jauh-jauh dariku. Setiap melihatku wajahnya selalu berekspresi: hiiiiiy-sayang-sayang-kepala-loe-peyang. Aku pun hanya tertawa-tawa karenanya. Nampaknya kejadian itu telah membawa banyak perubahan dalam kehidupanku yang tadinya tentram dan penuh cinta ini. Pertama, nggak ada lagi si Uni yang ngajakin perang. Kedua, setiap kali melihat Kim Soo Hyun di televisi aku pun spontan terbayang-bayang wajahnya Agil. Huaaaaaa! Karena itu aku tak sanggup lagi melihat wajah idola nomor satuku itu. Hiks.
卒業生
Ada tanggapan?
Wassalamu'alaikum..
0 comments:
Post a Comment
Thank you for visiting this blog ...
Please leave at least a comment to improve the quality of this blog.
Thank you very much....